Perjanjian adalah
salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku
III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai
perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat
seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam.
Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu
berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.
Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Pengertian perjanjian secara umum
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak,
sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai
dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum
untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain,
dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah
mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua
belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua
syarat pertama disebut juga dengan syarat
subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam
hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan)
maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya
unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal)
maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat
apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau
undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas
dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut
sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan
penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat
dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang
bersangkutan tidak membuka surat
itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri.
Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang
sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik
lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya
terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib
perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya
suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.
Tempat tinggal (domisili) pihak yang
mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau
ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan
hukum manakah yang akan berlaku.
Dalam
hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti
tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah.
Perjanjian harus ada kata sepakat
kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau
jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan
adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan.
Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas
konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat
pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian
sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat
ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun
sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan
akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau
pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada
saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas
kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering
disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang
berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau
tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih
atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa
perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan
perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian
garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa
dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan
adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan
adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat
dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu
sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu
barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang
dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai
causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan
itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan
dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari
peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan
yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun
pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar
ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan
menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata
sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi
kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah
perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai
formalitas tertentu.
Perikatan hapus:
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.
pembaruan utang
4. perjumpaan utang atau kompensasi
5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang
6. kebatalan atau pembatalan
7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.
4. perjumpaan utang atau kompensasi
5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang
6. kebatalan atau pembatalan
7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.
Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh
siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau
penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk
melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur
sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.
source :
No comments:
Post a Comment