Monday, April 25, 2011

Budaya DKI Jakarta

Banyak budaya yang perlu kita ketahui dari Ibukota tercinta DKI Jakarta ini. Mari kita bahas mengenai adat pernikahan dan budaya yang khas dari kota ini.

LAMARAN
Adat pernikahan Jakarta asli berdasarkan adat Betawi dan dimulai dengan masa berpacaran atau biasa disebut dengan ngelancong. Bila kedua sejoli telah sepakat untuk melangsungkan pernikahan, maka pihak lelaki mengirim utusan untuk mmelamar si gadis. Utusan disertai uang tanda jadi atau seliran.

Pihak lelaki, kemudian melanjutkan upacara dengan ngebesan, yaitu upacara pemberian pending atau ikat pinggang kepada orangtua sang dara. Saat upacara sang pemuda ikut dihadirkan, maka sejak itu pula kedua sejoli telah resmi bertunangan. Upacara diramaikan dengan membunyikan petasan. Selanjutnya, keluarga kedua belah pihak menetapkan rencana pernikahan serta pelaksanaannya.

UPACARA PERNIKAHAN


Upacara pernikahan berlangsung di rumah orangtua sang dara. Rombongan keluarga lelaki mengarak mempelai lelaki menuju rumah mempelai wanita diiringi musik rebana atau ketimpring yang khas Betawi. Setibanya di rumah pengantin wanita, pihak wanita menyambut rombongan pengantin pria dengan bunyi petasan kurang lebih lima belas menit. Setelah itu, mereka memperkenankan pengantin pria ke dalam. Pengantin pria harus membaca dulu ayat-ayat Al-Qur'an sebelum keluarga mempersandingkan kedua mempelai di pelaminan.

Setelah membaca ayat-ayat Al-Qur'an, pihak mempelai lelaki menyerahkan karangan bunga. Acara ini dilanjutkan oleh mempelai wanita dengan membaca pula ayat-ayat Al-Qur'an sebagai balasan. Kemudian, barulah kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan yang dilanjutkan dengan pesta pernikahan. Pesta ini dimeriahkan dengan hiburan orkes Melayu atau keroncong, juga tari topeng, joged, dan lenong.

Setelah itu, pengantin pria pulang kembali ke rumahnya dan akan kembali ke rumah pengantin wanita pada hari-hari berikutnya. Upacara ini disebut negor. Pada upacara ini, pengantin pria diantar oleh beberapa pengiring lelaki, yaitu para sahabat mempelai pria.

Setelah larut malam, para pengiring pengantin pria tadi pulang ke rumah, dan pengantin pria akan tinggal menginap di rumah pengantin wanita sebagai suami istri dan tinggal di sana selama 40 hari. Kemudian, suami istri itu pindah tinggal di rumah orangtua sang lelaki sampai mereka mempunyai rumah sendiri.

PAKAIAN PENGANTIN
Pengantin pria Betawi memakai celana panjang dan berbaju jubah. Ia juga memakai kopiah haji yang dililit sorban putih beserta untaian bunga melati.


Pengantin wanita Betawi memakai penutup muka atau cadar dan bermahkota kembang goyang. Baju yang dikenakan pengantin wanita adalah kebaya panjang bertabur suji emas dan memakai pending emas atau perak.

ONDEL-ONDEL BETAWI


Ondel-ondel merupakan sosok boneka dengan ukuran yang sangat besar, tampak bagaikan raksasa dengan raut muka seram. Ondel-ondel biasanya berpasangan, perempuan dan lelaki. Keduanya diarak-arak pada upacara pengantin sunat. Suasana sangat meriah, diramaikan dengan berbagai bunyian musik seperti gambang kromong, qasidah, tanjidor, ataupun gendang pencak. Tidak mengherankan bila ondel-ondel ini selalu menarik perhatian anak-anak, dan mereka dengan serte merta mengikuti arakan ini. Sekali-sekali tampak mereka lari pontang-panting bila ondel-ondel menyerbu ke tengah-tengah penonton.



Menurut kepercayaan zaman dulu, ondel-ondel merupakan penjelmaan dewa-dewi Penguasa alam yang melindungi pengantin sunat atau mereka yang berhajatan dari mara bahaya atau roh jahat. Ondel-ondel digambarkan sebagai raksasa yag perkasa. Gerak langkahnya kaku dan tangannya terkulai saja, karena ondel-ondel terbuat dari bahan bambu. Sosok badan ondel-ondel diberi baju seperti manusia. Wajahnya terbuat dari topeng kayu dan rambutnya dari ijuk.

Ondel-ondel lelaki memakai golok di pinggang serta kain yang diselempangkan di badan, sedangkan ondel-ondel perempuan memakai anting-anting, rumbai-rumbai kertas berwarna-warni di kepalanya, dan sehelai kain tampak diselempangkan di badannya. Ondel-ondel dijalankan oleh orang dewasa yang masuk dari bawah kerangka ondel-ondel. Pada masa sekarang, mereka banyak pula menghadirkan ondel-ondel pada upacara-upacara resmi, seperti menyambut tamu-tamu agung pada pembukaan suatu proyek dan sebagainya.




sumber :
buku "RAGAM BUDAYA DAERAH"
penerbit: Bahtera Jaya

No comments:

Post a Comment