Thursday, February 14, 2013

SISTEM WILAYAH PEMBANGUNAN

Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.

Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.

3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.

source :

No comments:

Post a Comment